Kamis, 13 Agustus 2009

UU Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun




PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 1985


TENTANG

RUMAH SUSUN



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :


a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah;



b. bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah­daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian­bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat;



c. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, diperlukan adanya pengaturan dalam bentuk Undang-undang;


Mengingat :


1. Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) ;



Menetapkan :



Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SUSUN


BAB I


KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. "Rumah Susun" adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian­bersama, benda-bersama dan tanah-bersama.


2. "Satuan rumah susun" adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.


3. "Lingkungan" adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman.



4. "Bagian-bersama" adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

5. "Benda-bersama" adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.



6. "Tanah-bersama" adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.


7. "Hipotik" adalah hak tanggungan yang pengertiannya sesuai dengan pasal 1162 Kitab Undang­undang Hukum Perdata Indonesia yang selama pengaturannya belum dilengkapi dengan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, menggunakan ketentuan-ketentuan tentang hipotik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang belum ada pengaturannya dalam Undang-undang ini.



8. "Fidusin" adalah hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda berdasarkan kepercayaan yang disepakatiu sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur.


9. "Pemilik" adalah perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.


10. "Penghuni" adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun.

11. "Perhimpunan penghuni" adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni.

12. "Badan pengelola" adalah badan yang bertugas untuk mengelola rumah susun.



BAB II

LANDASAN DAN TUJUAN



Pasal 2



Pembangunan rumah susun berlandaskan pada azas kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan.


Pasal 3


Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :


1. a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama, golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.


b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang .


2. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat , dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1) huruf a.


BAB III

PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN



Pasal 4



1. Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun.

2. Pemerintah dapat menyerahkan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV

PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

Pasal 5



1. Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
2. Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan Udaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat.


Pasal 6


1. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif.
2. Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 7


1. Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang berlaku.


2. Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.


3. Penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian­bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :


a. batas satuan yang dapat dipergunakan secara terpisah untuk perseorangan;


b. batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang menjadi haknya masing­masing satuan;


c. batas dan uraian tanah-bersama dan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing satuan.


BAB V

PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN

Pasal 8


1. Satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.


2. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.


3. Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian-bersama dan tanah-bersama, benda-bersama, yang semuanya merupakan suatu satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.


4. Hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan hak atas tanah-bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.


Pasal 9


1. Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.


2. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:


a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;


b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;


c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama dan tanah­bersama yang bersangkutan; kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.


Pasal 10


1. Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.


2. Pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan menurut Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang­undang Nomor 5 Tahun 1960.


Pasal 11


1. Pemerintah memberikan kemudahan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memperoleh dan memiliki satuan rumah susun.


2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI

PEMBEBANAN DENGAN HIPOTIK DAN FIDUSIA


Pasal 12


1. Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :


a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan;


b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.


2. Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan utnuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.


Pasal 13


Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 12, hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dijadikan jaminan hutang dengan :


a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan;


b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.


Pasal 14


(1) Pemberian hipotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten dan Kotamadya untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.


(2) Dalam akta pemberian hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimuat janji-janji yang bagi berlaku juga pihak ketiga.


(3) Sebagai tanda bukti adanya hipotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, diterbitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Pejabat pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


(4) Tanggal buku tanah hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah tanggal yang ditetapkan tujuh hari setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya oleh Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan atau jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.


(5) Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mempunayi kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan sebagai putusan pengadilan.


(6) Bentuk dan isi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, bentuk dan isi buku tanah hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta hal-hal lain mengenai pendaftaran hipotik dan pemberian sertifikat sebagai tanda bukti, ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960.


Pasal 15


(1) pemberian fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.


(2) Bentuk dan isi akta Pejabat Pembuat Akta tanah dan hal-hal lain mengenai pencatatan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.


Pasal 16


(1) Dalam pemberian hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat dilakukan dengan cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan, satuan rumah susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.


(2) Dalam hal dilakukan pelunasan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , maka satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya.


Pasal 17


(1) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13, eksekusi hipotik atau fidusia yang bersangkutan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan cara demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.


(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), baru dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan, dan/atau media massa cetak setempat, tanpa ada pihak yang menyatakan keberatan.


BAB III

PENGHUNIAN DAN PENGELOLAANRUMAH SUSUN


Pasal 18


(1) Satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.


(2) Ketentuan mengenai izin kelayakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 19


(1) Penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni.


(2) Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi kedudukan sebagai bahan hukum berdasarkan Undang-undang ini.


(3) Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya.


(4) Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian­bersama, benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya.


(5) Ketentuan tentang perhimpunan penghuni dan badan pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII

PENGAWASAN

Pasal 20


(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan Undang-undang ini dilakukan oleh Pemerintah.


(2) Tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IX

KETENTUAN PIDANA


Pasal 21


(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1) diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)


(2) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.


(3) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).


(4) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah pelanggaran. Pasal 22
Selain pidana yang dijatuhkan karena kelalaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), maka terhadap kelalaian tersebut dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1).


Pasal 23


Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang-undang ini dapat memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-(satu juta rupiah)


BAB X

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN


Pasal 24


Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap rumah susun yang dipergunakan untuk keperluan lain. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XI

KETENUAN PERALIHAN


Pasal 25


Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan perUndang-undangan yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-undang ini.


BAB XII

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 26



Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penetapannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta


Pada tanggal 31 Desember 1985


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd.


S O E H A R T O


Diundangkan di Jakarta


Pada tanggal 31 Desember 1985


MENTERI /SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.


SUDHARMONO, S.H.


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 75


Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI


Kepala Biro Hukum


Dan PerUndang-undangan


Bambang Kesowo, S.H. , L.L .M.





PRESIDENREPUBLIK INDONESIA


PENJELASAN ATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 1985
TENTANGRUMAH SUSUN


I. UMUM


Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.


Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.


Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.


Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah perkotaan yang berkembang pesat.


Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh, terarah, dan terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan keikutsertaan secara aktif usaha swasta dana swadaya masyarakat.


Pembangunan perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan dan dikembangkan, khususnya perumahan dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.


Sehubungan dengan uraian tersebut diatas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk :


a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.


b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.


Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan yang berpenduduk padat sedangkan tanah yang tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya.


Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing­masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah.


Selain satuan-satuan yang penggunaanya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda-bersama dan tanah- bersama yang diatasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.


Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia


Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi :


a. hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah;


b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun;


c. Hak bersama atas benda-benda;


d. Hak bersama atas tanah.


Yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang setinggi-tingginya, sebagian urusan tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah Daerah sesuai dengan asas Pemerintan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.


Untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun dan memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki satuan rumah susun. Undang-undang ini mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit kontruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia.


Khususnya bagi golngan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ingin memiliki satuan rumah susun, mendapatkan prioritas dan kemudahan-kemudahan baik langsung maupun tidak langsung agar harganya dapat terjangkau.


Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama, karena kesemuanya merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi.


Satuan rumah susun yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan tanggung jawab. Oleh karena itu penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni, yang mempunyai tugas dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya, dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata-tertib penghunian.


Perhimpunan penghuni oleh Undang-undang ini diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga dapat bertindak keluar dan ke dalam atas nama pemilik, dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat diwujudkan ketertiban dan ketentraman dalam lingkungan rumah susun.


Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian­bersama, benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharan serta perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan rumah susun, diperoleh dari pemungutan iuran dari para penghuninya.


Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat diwujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya, ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang. Ini diberlakukan dengan penyesuaian menurut kepentingannya.


Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok-pokok saja, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan yang lain.


I. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1


Angka 1


Rumah susun yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini, adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri atau secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.


Angka 2


Setiap satuan rumah susun harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui satuan rumah susun milik orang lain.


Angka 3


Cukup jelas.


Angka 4


Sebagai contoh, bagian-bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan­jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi serta ruang untuk umum.


Angka 5


Sebagai contoh, benda bersama adalah antara lain : tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, tempat parkir, yang sifatnya terpisah dari struktur bangunan rumah susun.


Angka 6


Sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa : "semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial".


Angka 7


Menurut Pasal 1162 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia pengertian Hipotik adalah "Suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan".


Angka 8


Fidusia pada hakekatnya adalah penyerahan hak milik atas suatu benda kepada kreditur dengan perjanjian bahwa penyerahan tersebut ìhanya untuk menjamin atas pembayaran kembali uang pinjaman.


Debitur dan kreditur saling percaya, bahwa penyerahan benda tersebut hanya untuk jaminan.

Angka 9


Cukup jelas.


Angka 10


Cukup jelas.


Angka 11


Cukup jelas


Angka 12


Cukup jelas


Pasal 2


Asas kesejahteraan umum dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap setiap warga Indonesia dan keluarganya.


Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak.


Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangan-kesenjangan sosial.


a. Yang dimaksudkan dengan perumahan yang layak adalah perumahan yang memenuhi
syarat-syarat teknik, kesehatan, keamanan, keselamatan, dan norma-norma sosial budaya.


b. Peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan.


Ayat (2)


Pembangunan rumah susun untuk kepentingan bukan hunian, harus mendukung berfungsinya pemukiman, dan dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi kehidupan masyarakat.


Pasal 4


Ayat (1)


Yang dimaksud dengan pengaturan dan pembinaan rumah susun adalah upaya Pemerintah Pusat yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas­luasnya terhadap pembangunan rumah susun dan pengembangannya. Kewenangan tersebut ada pada Pemerintah Pusat agar dapat keseragaman dalam pengaturan dan pembinaannya.


Ayat (2)


Sebagian urusan pengaturan dan pembinaan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah, adalah pengaturan rumah susun yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota dan tata daerah, misalnya mengenai pemberian izin lokasi, izin mendirikan bangunan, izin kelayakan untuk dihuni, dan juga melalui kegiatan konkrit berupa pembimbingan, penyuluhan, dan pemberian kemudahan-kemudahan. Penyerahan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1874 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 5


Ayat (1)


Pembangunan rumah susun disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, baik mengenai jumlah, kualitas bangunan, lingkungan maupun persyaratan dan tata cara untuk memperolehnya.
Pembangunan rumah susun diusahakan untuk mewujudkan lingkungan pemukiman, sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.


Ayat (2)


Dalam rangka pemberian kesempatan berusaha. Pemerintah memberikan kesempatan kepada Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi dan Badan Usaha Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat untuk membangun rumah susun dengan berpedoman pada asas pemerataan dan keterjangkauan. Pemerintah juga dapat membangun
rumah susun dalam rangka penelitian, uji coba, perintisan atau untuk keperluan Pemerinhtah sendiri.


Pasal 6


Ayat (1)


Persyaratan teknis dan administratif yang dimaksudkan adalah persyaratan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan. Persyaratan teknis yang dimaksudkan antara lain mengenai struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.
Persyaratan administratif yang dimaksudkan antara lain mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/atau peruntukannya, serta perizinan mendirikan bangunan (IMB).


Ayat (2)


Bilamana diperlukan, ketentuan pelaksanaannya dapat dilakukan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.


Pasal 7


Ayat (1)


Yang dimaksudkan dengan hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
Hak pakai atas tanah negara untuk pembangunan rumah susun akan diberikan dengan jangka waktu yang cukup lama menurut keperluannya.


Jangka waktu tersebut atas permintaan para pemilik satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dapat diperpanjang. Hak pengelolaan adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 yis Peratutaran Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, dan Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 1 Tahun 1977.


Hak pengelolaan hanya dapat diberikan kepada badan-badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.


Ayat (2)


Jika rumah susun yang bersangkutan dibangun di atas tanah hak pengelolaan, maka penyelenggara pembangunan wajib menyelesaikan secara tuntas hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tanah bersama yang merupakan bagian dari hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan memperoleh status hak guna bangunan. Pemberian status hak guna bangunan tersebut harus sudah selesai sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dijual.


Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi para pembeli satuan-satuan rumah susun.


Pemilik satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 36, dan Pasal 42 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.


Dalam hal tanah bersama berstatus hak milik, yang dapat memiliki satuan rumah susun yang bersangkutan, terbatas pada perseorangan warga negara Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan ganda.


Khusus untuk badan-badan hukum yang dapat memiliki satuan rumah susun di atas tanah hak milik bersama, adalah badan-badan hukum yang ditunjjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 diantaranya Bank-bank yang didirikan oleh Negara, Badan-badan sosial dan keagamaan serta koperasi pertanian yang memenuhi syarat.


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 9


Ayat (1)


Dalam rangka menjamin kepastian hak, bagi pemilikan satuan rumah susun, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, diberikan alat pembuktian yang kuat berupa "Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun"


Ayat (2)


Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan yang menimbulkan hak, kewajiban, dan tanggung jawab bagi pemiliknya.


Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut terdiri atas :


a. salinan buku tanah dan surat ukur tanah-bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ;


b. gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yanng menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki ;


c. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, dan tanah-bersama yang bersangkutan.


Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dijilid dalam satu sampul dokumen, yang merupakan alat bukti hak milik atas satuan rumah susun yang dimilikinya.


Penerbitannya dilakukan oleh Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan.


Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan dapat dijual. Dalam hal terjadi pewarisan atau pemindahan hak, sertifikat yang bersangkutan diberikan kepada pemiliknya yang baru, setelah dilakukan pendaftaran peralihan haknya di Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya.


Pasal 10


Ayat (1)


Yang dimaksudkan ìpewarisanî adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris.
Adapun "pemindahan hak" adalah perbuatan hukum yang dilakukan untuk mengalihkan hak kepada pihak lain, seperti antara lain jual beli, tukar-menukar, dan hibah.


Ayat (2)


Sebagai bukti bahwa telah dilakukan pemindahan hak yang diperlukan adanya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, sedannng untuk peralihan hak karena pewarisan tidak diperlukan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pendaftaran peralihan hak dalam hal pewarisan cukup didasarkan pada surat keterangan kematian pewaris dan surat wasiat atau surat keterangan kematian waris yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal terjadi lelang eksekusi maka tidak diperlukan akta Pejabat Pembuat Tanah, melainkan cukup dibuktikan dengan salinan berita acara lelang yang dibuat oleh Kepala Kantor Lelang yang melaksanakan pelelangannya.


Pasal 11


Ayat (1)
Pada dasarnya tanggung jawab pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan pemukiman yang sehat adalah di tangan masyarakat sendiri.
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang tidak mampu membeli secara tunai, Pemerintah perlu memberi kemudahan-kemudahan yang bersifat langsung dengan memberikan kredit pemilikan jangka panjang dengan bunga rendah, maupun cara tidak langsung dalam bentuk subsidi silang, keringanan di bidang pajak, pembangunan prasarana oleh Pemerintah dan usaha-usaha lain yang dapat mengakibatkan harga rumah menjadi lebih rendah.
Dalam hal rumah susun untuk hunian dibangun di atas tanah yang sebelumnya merupakan daerah pemukiman yang kumuh, maka kepada masyarakat penghuni semula diberikan prioritas untuk mennghuni rumah susun tersebut dan diberi kemudahan-kemudahan seperti tersebut di atas, sehingga harganya terjangkau oleh yang bersangkutan.


Pasal 12


Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tanah hak milik dan hak guna bangunan didapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (hipotik). Sungguhpun dalam praktek perkreditan tanah hak pakai diterima sebagai jaminan hutang tetapi menurut Undang-undang tersebut tidak dapat dibebani hak tanggungan (hipotik).
Untuk memantapkan penggunaan tanah hak pakai tersebut sebagai jaminan untuk memperoleh kredit dalam pasal ini dibuka kemungkinan untuk membebaninya dengan fidusia. Pembangunan fidusa adalah sesuai dengan tujuan diciptakannya lembaga tersebut oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan dalam ketentuan-ketentuan hukum yang ada.
Walaupun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan lembaga fidusia dibenarkan dan dikukuhkan oleh yurisprudensi.
Dengan Undang-undang ini maka fidusia yang merupakan lembaga hukum yang hidup dan dalam kenyataannya diperlukan oleh masyarakat dikukuhkan menjadi hukum positif. Dalam pada itu untuk mencegah penyalahgunaannya, pembebanan fidussa tersebut dibatasi pada hak pakai atas tanah Negara.
Pembebanan fidusa itupun wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Tanah dan kemudian didaftarkan di Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan. Dalam pendaaftaran tersebut adanya fidusia itu dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak pakai yang bersangkutan, hingga dapat diketahui juga oleh semua pihak yang berkepentingan.

Ayat (2)
Untuk meningkatkan kemampuan pembangunan rumah susun, kepada penyelenggara pembangunan perumahan dapat diberikan kredit kontruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih akan dibangun, yang pagu kreditnya telah disetujui dapat dibayarkan secara bertahap sebagian demi sebagian sesuai dengan nilai dan hasil perkembangan pembangunan tersebut.


Pasal 13


Pasal 13 ini memugkinkan pembebanan hipotik atau fidusia untuk memperoleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR), guna membayar lunas harga satuan rumah susun yang dibelinya, yang dikembalikan secara angsuran. Kredit pemilikan rumah tersebut baru dapat diberikan setelah rumah susun yang bersangkutan selesai dibangun dan telah pula dilakukan pemisahan dalam satuan-satuan rumah susun yang bersertifikat.


Pasal 14


Ayat (1)


Hipotik bersifat mengikuti (accessoir) adanya suatu perjanjian pokok dalam hal ini perjanjian kredit untuk membangun rumah susun atau untuk pemilikan satuan rumah susun yang bersangkutan.


Untuk pembebanan hipotik atas rumah susun (pasal 12) atau atas satuan rumah susun (Pasal 13), maka pemberian hipotik tersebut harus dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Tanah yang di dalamnya wajib disebutkan adanya perjanjian kredit yang telah diadakan.


Ayat (2)


Dalam akta pemberian hipotik dapat dimuat janji-janji yang dianggap perlu dalam rangka melindungi kepentingan kreditur maupun pemberi hipotik. Janji-janji yang lazim dimuat dalam akta pemberian hipotik antara lain yang penting adalah :


a. janji yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk atas kekuasaan sendiri menjual benda yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutangnya jika terjadi eidern janji (wanprestatie) ;


b. janji untuk tidak menyewakan benda yang dijadikan jaminan selain hutang yang bersangkutan belum dibayar lunas ;


c. janji akan mengasuransikan benda yang dijadikan jaminan terhadap kebakaran, gempa bumi, dan musibah lainnya.


Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam akta pemberian hipotik yang kemudian didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya, maka apa yang dijanjikan tersebut mempunyai kekuatan berlaku juga terhadap pihak ketiga.


Ayat (3)
Cukup jelas


Ayat (4)


Menurut hukum, hipotik baru mempunyaai kekuatan berlaku terhadap pihak ketiga setelah dilakukan pendaftarannya pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan yaitu dengan pembuatan buku tanahnya.
Ketentuan dalam ayat (4) pasal ini memberikan kepastian mengenai tanggal buku tanah tersebut, yang berarti tanggal kelahiran hipotik yang bersangkutan.


Ayat (5) Cukup jelas


Ayat (6) Cukup jelas


Pasal 15


Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 14 ayat (1)


Ayat (2) Cukup jelas


Pasal 16


Ayat (1)


Ketentuan ini dimaksudkan sebagai kelembagaan hukum baru yang memungkinkan penyelesaian praktis mengenai pembayaran kembali kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara bertahap, yaitu sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka ketentuan dalam
Pasal 1163 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan peraturan perundang­undangan lainnya disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.


Ayat (2)


Tiap satuan rumah susun yang terjual akan membebaskan bagian rumah susun yang bersangkutan dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya, sebesar nilai hipotik atau fidusia ssatuan rumah susun tersebut, yang besarnya dapat diperhitungkan sebagai perbandingan antara nilai satuan yang bersangkutan terhadap nilai keseluruhan rumah susun, termasuk benda-bersama dan tanah-bersama. Selanjutnya rumah susun tersebut hanya dibebani hipotik atau fidusia pada bagian yang belum terjual untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi.


Pasal 17


Ayat (1)
Pada dasarnya eksekusi hipotik atau fidusia harus melalui pelelangan umum. Karena eksekusi hipotik atau fidusia yang dilakukan dengan penjualan secaara lelang biasanya tidak dapat menghasilakan harga yang tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan pemegang hipotik atau fidusia `eksekusi hipotik atau fidusia yang berssangkutan dapat dilaksanakan di bawah tangan.
Ayat (2)


Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak lain.
Yang berkewajiban menyampaikan pemberitahuan dan mengadakan pengumuman adalah pihak yang akan menjual, yaitu pemberi dan/atau pemegang hipotik atau fidusia yang bersangkutan. Pihak-pihak yang berkepentingan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah para kreditur lain dari pemberi hipotik atau fidusia.
Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman, maka jangka waktu satu bulan itu dihitung sejak tanggal paling akhir di antara kedua tanggal tersebut.


Pasal 18


Ayat (1)


Pada rumah susun yang sudah selesai dibangun setelah diadakan pemeriksaan terbukti sesuai dengan persyaratan dan ketentuaan yang tercantum dalam Surat Izin Mendirikan Bangunan, maka oleh Pemerintah Daerah dikeluarkan ìIzin layak huniî berupa surat keterangan layak huni, sebagai salah satu syarat untuk penerbitan sertifikat hak milik atas satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan. Izin layak huni tersebut diperlukan juga bagi rumah susun yang bukan untuk hunian.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman serta ketertiban para penghuni dan pihak lainnya.


Pasal 19


Ayat (1)
Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, benda-bersama, daan tanah-bersama. Untuk menjamin ketertiban, kegotongroyongan, dan keselarasan sesuai deengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagian-bersama, benda-bersaama, dan tanah-bersama, maka dibentuk perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama.


Ayat (2)
Perhimpunan penghuni berdasarkan Undang-undang ini berkedudukan sebagai badan hukum, yang susunan organisasi, hak dan kewajibannnya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggota Rumah Tangga.
Sebagai badan hukum, pengurus himpunan penghuni dapat mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah susun baik di dalam maupun di luar pengadilan.


Ayat (3)
Perhimpunan penghuni dibentuk terutama untuk mengatur penghunian dan pengelolaan rumah susun. Kegiatannya perlu diserasikan dengan kegiatan kelembagaan RT dan RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan.


Ayat (4)
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas dan wewenang pengelolaan yang meliputi penggunaan, pemeliharaan, dan perbaikan terhadap bangunan, bagian-bersama, benda­bersama, dan tanah-bersama.
Untuk pelaksanaannya, perhimpunan penghuni dapat membentuk badan pengelola apabila jumlah satuan rumah susun masih dalam batas dapat ditangani sendiri, atau menunjuk badan pengelola yang profesional sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Badan pengelola bertanggung jawab kepada perhimpunan penghuni.


Ayat (5)
Cukup jelas


Pasal 20


Ayat (1)
Pengawasan yang diselenggarakan oleh Pemerintah antara lain meliputi :
a. pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam pembagunan dan pengembangan rumah susun.
b. penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun dan pemindahan haknya.
c. hal-hal yang bersangkutan dengan penghunian atau penggunaan dan pengelolaan rumaah susun.


Pasal 21


Ayat (1) Cukup jelas


Ayat (2) Cukup jelas


Ayat (3) Culup jelas


Pasal 22
Cukup jelas


Pasal 23
Cukup jelas


Pasal 24


Ayat (1)


Undang-undang ini mengatur rumah susun terutama untuk tempat hunian. Mengingat bahwa dalam kenyataannya ada kebutuhan akan rumah susun yang bukan untuk hunian yang mendukung fungsi pemukiman dalam rangka menunjang kehidupan masyarakat, antara lain misalnya untuk tempat usaha, tempat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran, perindustrian, maka untuk dapat menampung kebutuhan tersebut ketentuan-ketentuan dalam Undang­undang ini dinyatakan berlaku juga terhadap rumah susun bagi keperluan lain dengan penyesuain seperlunya.


Ayat (2) Cukup jelas


Pasal 25

Cukup jelas


Pasal 26

Cukup jelas



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 3317

Tidak ada komentar:

Posting Komentar